Nama
beliau Houtman Zainal Arifin dilahirkan pada tanggal 27 Juli 1950 di
Kota Kediri Jawa Timur. Pengalaman hidupnya yang amat inspiratif patut
untuk disimak, yang awalnya ia hanya seorang office boy hingga bisa
menduduki jabatan nomor satu sebagai seorang Vice President Citibank.
Sekarang beliau berkerja sebagai direksi di perusahaan swasta, pengawas
keuangan di beberapa perusahaan swasta, komite audit BUMN, konsultan,
penulis serta dosen pasca sarjana di sebuah Universitas. Beliau
dilahirkan dari keluarga pas-pasan. Kisah hidup beliau dimulai ketika
lulus dari SMA, Hotman merantau ke Jakarta dan tinggal di daerah Kampung
Bali dari tahun 1951-1974, Houtman membawa mimpi di Jakarta untuk hidup
berkecukupan dan menjadi orang sukses di Ibukota, namun apa daya Di
Jakarta ternyata Houtman harus menerima kenyataan bahwa kehidupan
ibukota ternyata sangat keras dan tidak mudah. Tidak ada pilihan bagi
seorang lulusan SMA di Jakarta, pekerjaan tidak mudah diperoleh.
Sewaktu
tinggal di tanah abang, ayah beliau sakit keras. Orang tuanya ingin
berobat, tetapi tidak mempunyai biaya yang cukup. Melihat keadaan
seperti itu, beliau tidak mau menyerah. Dengan bermodal hanya Rp 2.000,-
hasil pinjaman dari temannya, beliau menjadi pedagang asongan
menjajakan perhiasan imitasi dari jalan raya hingga ke kolong jembatan
mengarungi kerasnya kehidupan ibukota. Usaha dagangannya kemudian laku
keras, namun ketika ia sudah menuai hasil dari usahanya, ternyata Tuhan
memberinya cobaan, ketika petugas penertiban datang, dagangannya di
injak hingga jatuh ke lumpur. Ketika semua dagangan beliau sudah rusak
bercampur lumpur, ternyata teman-temannya yang dari kawula rendah
seperti tukang sepatu, tukang sayur, dan lain-lain, beramai-ramai
membersihkan dagangan beliau. Disini beliau mulai mendapatkan pengalaman
berharga tentang kerasnya kehidupan Ibukota.
Tetapi kondisi
seperti ini tidak membuat Houtman kehilangan cita-cita dan impian. Suatu
ketika Houtman beristirahat di sebuah kolong jembatan, dia
memperhatikan kendaran-kendaraan mewah yang berseliweran di jalan
Jakarta. Para penumpang mobil tersebut berpakaian rapih, keren dan
berdasi. Houtman remaja pun ingin seperti mereka, mengendarai kendaraan
berpendingin, berpakaian necis dan tentu saja memiliki uang yang banyak.
Saat itu juga Houtman menggantungkan cita-citanya setinggi langit,
sebuah cita-cita dan tekad diazamkan dalam hatinya. Azam atau tekad yang
kuat dari Houtman telah membuatnya ingin segera merubah nasib. Tanpa
menunggu waktu lama Houtman segera memulai mengirimkan lamaran kerja ke
setiap gedung bertingkat yang dia ketahui. Bila ada gedung yang
menurutnya bagus maka pasti dengan segera dikirimkannya sebuah lamaran
kerja. Houtman menyisihkan setiap keuntungan yang diperolehnya dari
berdagang asongan digunakan untuk membiayai lamaran kerja.
Sampai
di rumah, beliau melihat ada orang gila wara-wiri di sekitar rumah
beliau. Orang gila itu hampir nggak pake baju. Beliau pada saat itu cuma
punya baju 3 pasang. Hebatnya, beliau ikhlas memberi ke orang gila itu
sepasang baju plus sabun plus sisir.
Tuhan
memang Maha Adil, Pada hari ketiga setelah kejadian tersebut, Tiba-tiba
datang surat yang menyatakan bila beliau diterima menjadi OB disebuah
perusahaan yang sangat terkenal dan terkemuka di Dunia, The First
National City Bank (citibank), sebuah bank bonafid dari USA. Houtman pun
diterima bekerja sebagai seorang Office Boy. Sebuah jabatan paling
dasar, paling bawah dalam sebuah hierarki organisasi dengan tugas utama
membersihkan ruangan kantor, wc, ruang kerja dan ruangan lainnya
Waktu
jadi OB, beliau melihat training. Karena jabatan beliau hanya OB,
beliau tentu tidak dianggap. Bahasa Inggris beliau pun cuma sekedar
yes-no. Tapi beliau berprinsip, “Saya harus berbuat. Saya harus pintar.”
Setiap hari selama training itu, beliau ada di depan pintu dan mencatat
semuanya. Training officer-nya lama-lama jadi menyuruh beliau masuk
(tapi secara kasar). Si training officer mengumumkan pada para trainer,
“Pengumuman, dia tidak terdaftar dan dia tidak akan diuji,” kata
training officer. Mendengarnya, Houtman tidak terima. Dia sudah berada
di ruangan yang sama berarti dia sudah menjadi salah satu trainer juga
dan juga harus diuji.
Pak Houtman lalu menantang diri beliau
sendiri, “Saya harus lulus!” batin beliau. Padahal saingan beliau adalah
lulusan UI, Michigan, Ohio, ITB dan banyak universitas TOP lainnya.
Sementara beliau, SMA bisa lulus aja udah untung. “Pokoknya harus lulus
dan gak boleh jadi yang terakir,” tekad beliau. Tuhan memang Maha Besar,
dari 34 orang beliau termasuk 4 besar dan beliau pada tahun 1978
dikirim ke Eropa.
Sebagai Office Boy Houtman selalu mengerjakan tugas dan pekerjaannya dengan baik.
Terkadang dia rela membantu para staf dengan sukarela. Selepas sore
saat seluruh pekerjaan telah usai Houtman berusaha menambah pengetahuan
dengan bertanya tanya kepada para pegawai. Dia bertanya mengenai istilah
istilah bank yang rumit, walaupun terkadang saat
bertanya dia
menjadi bahan tertawaan atau sang staf mengernyitkan dahinya. Mungkin
dalam benak pegawai ”ngapain nih OB nanya-nanya istilah bank segala,
kayak ngerti aja”.
Sampai akhirnya Houtman sedikit demi sedikit familiar dengan dengan
istilah bank seperti Letter of Credit, Bank Garansi, Transfer, Kliring,
dll suka menolong sesama
Houtman
cepat menguasai berbagai pekerjaan yang diberikan dan selalu
mengerjakan seluruh tugasnya dengan baik. Dia pun ringan tangan untuk
membantu orang lain, para staff dan atasannya. Sehingga para staff pun
tidak segan untuk membagi ilmu kepadanya.
Sampai suatu saat pejabat di Citibank mengangkatnya menjadi pegawai
bank karena prestasi dan kompetensi yang dimilikinya, padahal Houtman
hanyalah lulusan SMA.
Kemudian ia pun di angkat menjadi pegawai di bank Citibank tersebut,
Peristiwa pengangkatan Houtman menjadi pegawai Bank menjadi berita luar
biasa heboh dan kontroversial. Bagaimana bisa seorang OB menjadi staff,
bahkan rekan sesama OB mencibir Houtman sebagai orang yang tidak
konsisten. Houtman dianggap tidak konsisten dengan tugasnya, “jika masuk
OB, ya pensiun harus OB juga” begitu rekan sesama OB menggugat.Houtman
tidak patah semangat, dicibir teman-teman bahkan rekan sesama staf pun
tidak membuat goyah. Houtman terus mengasah keterampilan dan berbagi
membantu rekan kerjanya yang lain. Hanya membantulah yang bisa diberikan
oleh Houtman, karena materi tidak ia miliki. Houtman tidak pernah lama
dalam memegang suatu jabatan, sama seperti ketika menjadi OB yang haus
akan ilmu baru. Houtman selalu mencoba tantangan dan pekerjaan baru.
Sehingga karir Houtman melesat bak panah meninggalkan rekan sesama OB
bahkan staff yang mengajarinya tentang istilah bank.Sekitar
19 tahun kemudian sejak Houtman masuk sebagai Office Boy di The First
National City Bank, Houtman kemudian mencapai jabatan tertingginya yaitu
Vice President. Sebuah jabatan puncak Citibank di Indonesia. Jabatan
tertinggi Citibank sendiri berada di USA yaitu Presiden Director yang
tidak mungkin dijabat oleh orang Indonesia. Sampai dengan saat ini belum
ada yang mampu memecahkan rekor Houtman masuk sebagai OB pensiun
sebagai Vice President, dan hanya berpendidikan SMA. Houtman pun kini
pensiun dengan berbagai jabatan pernah diembannya, menjadi staf ahli
citibank asia pasifik, menjadi penasehat keuangan salah satu gubernur,
menjabat CEO di berbagai perusahaan dan menjadi inspirator bagi banyak
orang.
0 komentar:
Posting Komentar